Let's share about Law...

19 Mei 2011

Jalan Konstitusional Pembubaran Partai Politik


Judul : Pembubaran Partai Politik
Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik
Penulis : Dr. Muchamad Ali Safa’at , S.H., M.H.
Penerbit : Rajawali Pers
Tahun : 2011
Jumlah : xxii + 438 hlm., 23.cm


“Setiap rezim menorehkan sejarah tersendiri dalam membubarkan partai politik, dari gaya otoritarian sampai demokratis dan dalam setiap rezim itulah tergambar bagaimana transformasi demokrasi politik berjalan”

Suatu pemerintahan perwakilan membutuhkan mekanisme untuk mengekspresikan keinginan yang diwakili sehingga hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat diakui sebagai hak asasi manusia yang penting. Partai politik merupakan salah satu wujud pelaksanaan hak tersebut demi berjalannya demokrasi.
Pemerintahan modern yang demokratis adalah pemerintahan yang dibentuk melalui pemilihan umum yang diikuti oleh partai politik. Partai politik memainkan peranan dalam pemilihan organ legislatif maupun eksekutif. Dalam konteks inilah yang disebut rekrutmen politik. Dengan kata lain, pemerintahan demokrasi modern dibentuk dari satu partai atau koalisi beberapa partai.
Namun demikian kebebasan berserikat sebagai hak asasi menusia memiliki batasan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi keamanan nasional dan keselamatan publik, untuk mencegah kejahatanm serta untuk melindungi kesehatan dan moral, serta untuk melindungi hak dan kebebasan lain. Sam Issacharoff dalam “Fragile Democracies” menyatakan bahwa salah satu pembatasan yang dapat dibenarkan dan dibutuhkan dalam negara demokrasi, adalah pembatasan terhadap kelompok yang mengancam demokrasi, kebebasan serta masyarakat secara keseluruhan. Negara dapat melarang atau membubarkan suatu organisasi, termasuk partai politik, yang bertentangan dengan tujuan dasar dan tatanan konstitusional. Negara demokratis tidak hanya memiliki hak, tetapi juga tugas untuk menjamin dan melindungi prinsip-prinsip demokrasi konstitusional.
Beberapa hal yang menarik dari buku ini adalah bahasan mengenai pembubaran partai politik di Indonesia baik dari aspek aturan hukum maupun praktik yang pernah terjadi. Pembubaran partai politik adalah tindakan, keputusan hukum, kebijakan, atau aturan yang mengakibatkan hilangnya eksistensi partai politik sebagai subjek hukum penyandang hak dan kewajiban. Dengan demikian, yang menjadi fokus adalah pembubaran yang dilakukan oleh otoritas negara (enforced dissolution) baik secara langsung, maupun secara tidak langsung atau sebagai akibat dari aturan atau kebijakan yang mengakibatkan hilangnya eksistensi hukum suatu partai politik.
Pembubaran Partai politik dalam hal ini juga meliputi bentuk-bentuk kebijakan yang memengaruhi keberadaan partai politik di Indonesia, seperti penyederhanaan dan fusi partai politik. Kasus-kasus yang terkait dengan pembubaran partai politik diantaranya meliputi penyederhanaan kepartaian pada masa Orde Lama, pembubaran Partai Masjumi dan PSI, pembekuan Partai Murba, pembubaran PKI, pembekuan Partindo, kebijajkan penyerderhaan partai politik pada awal Orde Baru, kebijakan fusi dan pembatasan partai politik pada masa Orde Baru, serta kasus pembekuan dan gugatan pembubaran Partai Golkar yang pernah terjadi pada masa reformasi.
Selain mengupas tentang pembubaran partai politik di Indonesia, terdapat pula bahasan tentang praktik pembubaran partai politik di berbagai negara. Kasus yang disajikan antara lain pembubaran Halkin Emek Partisi (1993) dan Refah Party di Turki, pembubaran partai Thai Rak Thai di Thailand tahun 2006 serta Pembubaran Socialist Riech Party (1952) dan Communist Party (1956) di Jerman.
Dari sisi aspek-aspek yang dianalisis meliputi dasar atau alasan pembubaran, prosedur dan lembaga yang memiliki wewenang membubarkan partai politik, serta akibat hukum pembubaran partai politik. Selain itu juga akan dilihat latar belakang munculnya aturan, kebijakan dan praktik pembubaran partai politik. Sedangkan berkaitan dengan kurun waktu yang disajikan dalam buku ini adalah antara 1959-2004. Beberapa catatan penting mengenai batasan waktu tersebut adalah karena pada 5 Juli 1959 bertepatan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, rezim yang berkembang saat itu adalah Demokrasi terpimpin. Salah satu implikasi dari rezim tersebut adalah adanya penyerderhaan dan pengawasan partai politik yang mengakibatkan pembubaran Partai Masjumi dan PSI pada 1960. Sedangkan tahun 2004 sebagai kurun waktu penutup karena pada 2004 dilaksanakan pemilihan umum yang diikuti oleh partai politik sebagai peserta sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 2002. Di samping itu, hasil pemilihan umum 2004 terkait dengan ketentuan electoral threshold yang menentukan partai politik mana yang dapat mengikuti pemilihan umum selanjutnya.

MK dan Pembubaran Parpol

Pengaturan masalah partai politik yang semakin kompleks merupakan salah satu wujud upaya konstitusionalisasi demokrasi politik (the constitutionalization of democratic politics). Pergeseran pengaturan partai politik juga menunjukkan adanya pergeseran paradigm pengaturan partai politik dari political markets ke arah paradigma managerial dan bahkan paradigma progresif. Paradigma political market diwakili oleh Undang-Undang No 2 Tahun 1999 yang menghilangkan ketentuan pada masa Orde Baru yang menghalangi adanya kompetisi yang fair serta mengarahkan partai politik, partai politik harus dapat bersaing secara terbuka.
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 bahwa suatu partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap setelah mempertimbangkan keterangan dari pengurus pusat partai yang bersangkutan. Namun, pasca amandemen UUD 1945 tepatnya Pasal 24C ayat (1) menyatakan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah membubarkan partai politik. Selanjutnya pembubaran partai diatur lebih lanjut dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Di masa mendatang seharusnya pembubaran partai politik hanya didasarkan pada putusan pengadilan, yaitu Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Proses pembubaran partai politik yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi sesuai dengan pedoman Venice Commission adalah pembubaran partai politik yang harus diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi atau lembaga yudisial. Proses ini sesuai dengan prosedur yang menjamin due process, keterbukaan dan fair. Di samping itu, harus ditentukan bahwa pembubaran parati politik harus merupakan konsekuensi temuan yudisial tentang pelanggaran konstitusional yang tidak biasa dan diputus berdasarkan prinsip proporsionalitas. Semua konsepsi tersebut harus dipenuhi karena merupakan jalan konstitusional pembubaran partai politik.[] Tulisan ini dimuat di Majalah Konstitusi No. 50 Maret 2011
Share:

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Preface

Welcome to e-Law Corner

The weblog focused on
Law and Constitution,
We'll Let's share about it,
Happy reading...
Regards,

e-Law Corner Team

CC Recent Decision

Categories

2009 (2) Agraria (1) Akreditasi (1) Articles (1) Capres (1) Demokrasi (1) demokratis (1) DPT (2) Hijrah (1) Hukum Acara (1) Implementasi (1) Independen (1) Indonesia (1) Jurnal (1) Kapitalis (1) Konstitusi (2) KPU (1) KTP (1) Law (2) Legal (7) Lembaga (1) LIPI (1) Masif (1) MK (12) Negara (1) News (2) Nomor Urut (1) Panwaslukada (1) Partai (1) Paspor (1) Pelanggaran (1) Pembubaran (1) Pemilu (2) Pemilukada (2) Penafsiran (1) Peneliti (1) PHPU (2) Pileg (1) Pilpres (1) PMK (2) Politik (2) Politik Hukum (1) presidential (1) Probono (1) Putusan (1) Resensi (2) Review (7) Sistematis (1) Suara (1) Symposium (1) Tekstual (1) Terbanyak (1) Terstruktur (1) threshold (1) Turki (1)

Archives